kesehatan dan keselamatan kerja
A. Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan
intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan
di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun
jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang
pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan
menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement,
STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi
kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan
kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh
karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga
K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan
mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar
terjalan dengan baik.
A. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau
gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk
berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap
sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan
kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang
kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan
timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang.
- Menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
- Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik /
anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,pekerjaan).
- Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
- 3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan
- 4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
- Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan
spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan
agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha
preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap
penyakit umum,konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah,
bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga
mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan
pekerjaannya (total health of all at work).
- Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan
usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit penyakit/gangguan
–gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
B. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari
sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan
sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak
harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan
insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss”
atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan
bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap
proses
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (
Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam : ada yang
menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat
K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
C. Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
- Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
- Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
D. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
- Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja
yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya
akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
- Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
- Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
- Peralatan dan bahan yang dipergunakan
- Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
- Proses produksi
- Karakteristik dan sifat pekerjaan
- Teknologi dan metodologi kerja
- Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan
hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
- Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.
B. Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global
1. Dalam bidang pengorganisasian
Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
- Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
- Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
- Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit
;Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.Kasubdit konstruksi
bangunan,instalasi listrik dan penangkal petir,Kasubdit Bina kelembagaan
dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan
- Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit
;Kasubdit Kesehatan tenaga kerja,Kasubdit Pengendalian Lingkungan
Kerja,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan
Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja
(UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani,
Nelayan, Pengrajin, dll)
2. Dalam bidang regulasi
Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
- UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
- UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
- Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
- Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
- Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
- Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
3. Dalam bidang pendidikan
Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk
menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
- Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
- Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip,dll dan jurusan K3 FKM UI.
- Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair.
Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan
Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah
mata kuliah yang khusus mempelajari K3.
C. Kecelakaan kerja
1. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang
Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud
dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta
benda.
2. Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab
dasar (basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes)
a. Penyebab Dasar
1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
stress
motivasi yang tidak cukup/salah
2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
tidak cukup rekayasa (engineering)
tidak cukup pembelian/pengadaan barang
tidak cukup perawatan (maintenance)
tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
tidak cukup standard-standard kerja
penyalahgunaan
b. Penyebab Langsung
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak
standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya
(Budiono, Sugeng, 2003) :
Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
Bahan, alat-alat/peralatan rusak
Terlalu sesak/sempit
Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
Bising
Paparan radiasi
Ventilasi dan penerangan yang kurang
2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard)
adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan
kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
Gagal untuk memberi peringatan.
Gagal untuk mengamankan.
Bekerja dengan kecepatan yang salah.
Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
Memindahkan alat-alat keselamatan.
Menggunakan alat yang rusak.
Menggunakan alat dengan cara yang salah.
Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
Data-data tentang Kecelakaan Kerja
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di
perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih
memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3
identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT
Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 – 2001) terbukti jumlah kasus
kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999
bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi
104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972
kasus, sehingga rata – rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih
dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai
anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja
mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap
hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh.
(www.gatra.com)
Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono
menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama
Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus
kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451
kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan
kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam
setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak
dapat bekerja kembali. “Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia
sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih
tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja,” ujarnya
(www.kompas.co.id)
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi
1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan
akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250
juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat
hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat
hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
Faktor Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja,
seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu
dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi
akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan
serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau
kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang
kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik
“hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya
pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk
di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan
K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko
kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta
meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor
kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan
terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi
mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis
pekerjaannya.
Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505
tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan
muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di
daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057
perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya
hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala
neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada
lengan dan tangan.
Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di
Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala
Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%,
hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan
kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23
mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib
diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal,
sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
Keselamatan Kerja
Balai K3 Bandung <hiperkes@bdg.centrin.net.id>
Definisi: Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan, tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan kerja.
Merupakan sarana utama untuk pencegahan kerugian; cacat & kematian sebagai kecelakaan kerja,
kebakaran, & ledakan.
Tempat kerja: darat, udara, dalam tanah, permukaan air, dalam air.
Mencakup: Proses produksi & distribusi (barang & jasa)
- Peranan keselamatan kerja
Aspek teknis : Upaya preventif utk mencegah timbulnya resiko kerja
Aspek Hukum : Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK) & orang lain di tempat kerja
Aspek ekonomi : Untuk efisiensi
Aspek sosial : Menjamin kelangsungan kerja & penghasilan bagi kehidupan yang layak
Aspek kultural : Mendorong terwujudnya sikap & perilaku yang disiplin, tertib, cermat, kreatif,
inovatif, & penuh tanggung jawab.
- Hampir celaka (near miss): Suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan, dalam kondisi yang sedikit berbeda dapat mengakibatkan
terjadinya kecelakaan.
Contoh: seseorang yang hampir terpeleset, tapi segera berpegangan pada pagar pengaman.
- Kesadaran akan keselamatan masih rendah, salah satu indikasinya:
Kecelakaan kerja (2005): 96.081 kasus di Indonesia
Kecelakaan kerja (2006): 92.000 kasus di Indonesia
- Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya.
Kecelakaan dapat dicegah atau dikurangi dengan menghilangkan atau mengurangi penyebabnya.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan.
Kerugian kecelakaan kerja (5K): kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan & kesedihan, kelainan & cacat, kematian.
- Penyebab kecelakaan manusia, mesin, lingkungan
- Kondisi yang tidak aman (15%)
- Tindakan yang tidak aman (85%)
- Konsep modern manajemen keselamatan:
Sebab-sebab kecelakaan: Secara umum ada 2 penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
-Penyebab langsung: Kecelakaan yg bisa dilihat & dirasakan langsung
Penyebab Dasar: (basic cause)
- Unsafe conditions & sub-standard conditions
- Unsafe acts & sub-standard practice
- Unsafe conditions & sub-standard conditions (kondisi berbahaya):
keadaan yang tidak aman pada hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki
- Pengaman yang tidak sempurna
- Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
-Penerangan kurang/berlebih
- Ventilasi kurang
- Iklim kerja tidak sesuai
- Getaran
- Kebisingan cukup tinggi
- Pakaian tidak sesuai
- Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping)
- Unsafe acts & sub-standard practice (tindakan yang berbahaya):
tindakan/perbuatan yang menyimpang dari tata cara/prosedur aman
- Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
- Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah)
- Memindahkan alat-alat keselamatan
- Menggunakan alat yang rusak
- Menggunakan alat dg cara yang salah
- Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman
- Mengangkat secara salah
- Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau)
- Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan
- Mabuk karena minuman beralkohol
- Penyebab dasar kecelakaan kerja:
- Faktor manusia
* Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi
* Kurangnya pengetahuan & ketrampilan
* Stres
* Motivasi yang salah
- Faktor lingkungan
* Kepemimpinan/pengawasan kurang
* Peralatan & bahan kurang
* Perawatan peralatan yang kurang
* Standar kerja kurang
- Biaya langsung dari kecelakaan kerja:
- P3K
- Pengobatan
- Perawatan
- Biaya Rumah Sakit
- Angkutan
- Upah (selama tidak bekerja)
-Kompensasi
- Faktor penyebab kejadian kecelakan di industri, antara lain:
- Kegagalan komponen, misalnya desain alat yang tidak memadai & tidak mampu menahan tekanan, suhu atau bahan korosif
- Penyimpangan dari kondisi operasi normal, seperti kegagalan dalam
pemantauan proses, kesalahan prosedur, terbentuknya produk samping
- Kesalahan manusia (human error), seperti mencampur bahan kimia tanpa
mengetahui jenis & sifatnya, kurang terampil, & salah
komunikasi
Faktor lain, misalnya sarana yang kurang memadai, bencana alam, sabotase, kerusuhan massa.
- Klasifikasi Kecelakaan kerja:
- Menurut jenis kecelakaan
* Jatuh
* Tertimpa benda jatuh
* Menginjak, terantuk
* Terjepit,terjempit
* Gerakan berlebihan
* Kontak suhu tinggi
* Kontak aliran listrik
* Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi
- Menurut media penyebab
* Mesin
* Alat angkut & alat angkat
* Peralatan lain
* Bahan, substansi & radiasi
* Lingkungan kerja
* Penyebab lain
- Menurut sifat cedera
* Patah tulang
* Keseleo
* Memar
* Amputasi
* Luka bakar
* Keracunan akut
* Kematian
- Menurut bagian tubuh yang cedera
* Kepala
* Leher
* Badan
* Anggota gerak atas
* Anggota gerak bawah
- Mencegah kecelakaan kerja yang berulang
-Sebagai sumber informasi: faktor penyebab, keadaan pekerja, kompensasi
- Meningkatkan kesadaran dalam bekerja.
- Pencegahan kecelakaan kerja:
-Peraturan perundangan
- Standarisasi
- Pengawasan
- Penelitian teknik
- Riset medis
- Penelitian psikologis
- Penelitian secara statistik
- Pendidikan
- Latihan-latihan
- Penggairahan
- Asuransi
D. Undang-undang Keselamatan kerja
Pasal 10
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan
Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan
partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam
tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha
berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
E. Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat
multidisiplin didalam era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek
keilmuannya (di bidang pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk
program-program yang dilaksanakan di berbagai sektor yang tentunya
penerapannya didasari oleh berbagai macam alasan .
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan
58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja.
Diperkirakan dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50%
pekerja di dunia terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja
dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya,
termasuk pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga bahwa hampir
sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh
bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan yang sangat
memperihatinkan adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja tadi
yang mendapat layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang.
Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan
kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas
menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan
selamat dewasa ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak
manusia demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan
dan keselamatannya dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai
macam bahaya yang mempunyai risiko langsung maupun yang baru diketahui
risikonya setelah waktu yang cukup lama. Dari uraian diatas akan dapat
dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu maupun
sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi
manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat.
Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus
ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan
penyakit-penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan,
biaya-biaya kompensasi yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan
akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang harus dipikul. Belum
lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan
properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya
kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah
keselamatan bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat
ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya
sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa diperkecil
atau ditiadakan kalau memang memungkinkan.
Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan
selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi
seperti yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada
tingkat internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada
berbagai konvensi yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan
keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu
dipatuhi. Adapula dalam berbagai bentuk regulasi atau standar-standar
tertentu yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam
hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun
sebagai program berfungsi membantu pelaksanaan penerapan aspek legal.
Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian atau riset yang
dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula memberi
masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar
tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan.
Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu
pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai
sektor bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi
manusia untuk hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua adalah
alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat
masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga adalah
alasan hukum.
F. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang
bersifat multidisiplin maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh
suatu dan alasan tetentu perlu dipahami dan dipelajari secara umum
maupun secara khusus. Secara umum adalah memahami prinsip dasarnya
sedangkan secara khusus adalah memahami pendekatan masing keilmuan yang
terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau
menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan
kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka
konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari
resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara
sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system
oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu
perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu
mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola
interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian
(asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk)
sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara
(control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya.
Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah
sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu
pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya
adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya
mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan
mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang
bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak
secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam
kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan
keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian
secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated
Occupational Health and Safety Management System) yang perlu dimiliki
oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada
diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar
organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien
serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak
menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
Perlunya organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan
Kesehatan kerja yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu
keharusan dan telah menjadi peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO)
menerbitkan panduan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di
Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di
Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia
disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor
industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya
khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta
instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi
tidak hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan
memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana
setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat.
G. Deskripsi-Deskripsi Lainnya
1) Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan
termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk
jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi
tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan
tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan
perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena
itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi
dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan
bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena
sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada
kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
2) Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan
sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan
intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko
kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan
pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun
1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya
mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga
kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundangan- undangan di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan
kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air
maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena
terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana
yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan
lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi
dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan
pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
Lingkungan Hidup
H. Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan
1. Pengertian kesehatan
a) Menurut WHO
“Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya
berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”
b) Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan
“Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
2. Pengertian lingkungan
Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960)
“ Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.”
Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
“ Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.”
Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976)
“ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup
beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak
dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan
dari organisme itu.”
3. Pengertian kesehatan lingkungan
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
“ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.”
Menurut WHO (World Health Organization)
“Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.”
Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen)
“ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang
diarahkan menuju keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan
manusia yang semakin meningkat.”
4. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan :
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana
alam dan perpindahan penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8 :
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.
5. Sasaran kesehatan lingkungan (Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992)
1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis.
4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum.
5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan
yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara
besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
6. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1) Sebelum Orba
- Th 1882 : UU ttg hygiene dlm Bahasa Belanda.
- Th 1924 Atas Prakarsa Rochefeller foundation didirikan Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen.
- Th 1956 : Integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di Bekasi hingga didirikan Bekasi Training Centre
- Prof. Muchtar mempelopori tindakan kesehatan lingkungan di Pasar Minggu.
- Th 1959 : Dicanangkan program pemberantasan Malaria sebagai program
kesehatan lingkungan di tanah air (12 Nopember = Hari Kesehatan
Nasional)
2) Setelah Orba
- Th 1968 : Program kesehatan lingkungan masuk dalam upaya pelayanan Puskesmas
- Th 1974 : Inpres Samijaga (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga)
- Adanya Program Perumnas, Proyek Husni Thamrin, Kampanye Keselamatan dan kesehatan kerja, dll.
7. Masalah-masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia
1. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan
dan dapat langsung diminum.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
b. Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)
c. Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)
2. Pembuangan Kotoran/Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut :
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar diperlukan, harus
dibatasi seminimal mungkin.
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
3. Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni
rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah
tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman
dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan
garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah
terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
4. Pembuangan Sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan faktor-faktor/unsur :
a. Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah
adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola
kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan
teknologi.
b. Penyimpanan sampah.
c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
d. Pengangkutan
e. Pembuangan
Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat
mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar
kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
5. Serangga dan Binatang Pengganggu
Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang
kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit
pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp
untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki
Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut
diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat
proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk
mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan
menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan
kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah
penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat
menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi
perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan
diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang
dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
6. Makanan dan Minuman
Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah
makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di
tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran,
dan hotel).
Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan meliputi :
a. Persyaratan lokasi dan bangunan;
b. Persyaratan fasilitas sanitasi;
c. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan;
d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi;
e. Persyaratan pengolahan makanan;
f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi;
g. Persyaratan peralatan yang digunakan.
7. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah,
pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air
pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan
problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll.
Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang
sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan
ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan
bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya
infeksi saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door
pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data
menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran pada beberapa
kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Besar resiko
relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis
pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang.
Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil
kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran
pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya jadual penerbangan,
terganggunya ekologi hutan.
8. Penyebab masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
1. Pertambahan dan kepadatan penduduk.
2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar penduduk.
3. Belum memadainya pelaksanaan fungsi manajemen.
9. Hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan pemukiman
Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan
masyarakat di perkotaan dan pemukiman diantaranya sebagai berikut :
1. Urbanisasi >>>kepadatan kota >>> keterbatasan lahan
>>>daerah slum/kumuh>>>sanitasi kesehatan lingkungan
buruk
2. Kegiatan di kota (industrialisasi) >>> menghasilkan limbah
cair >>>dibuang tanpa pengolahan (ke sungai) >>>sungai
dimanfaatkan untuk mandi, cuci, kakus>>>penyakit menular.
3. Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi)>>>emisi gas
buang (asap) >>>mencemari udara kota>>>udara tidak
layak dihirup>>>penyakit ISPA.